Melewati Situasi Konflik
 
_oOo_
 
Tentulah Anda pernah jatuh ke dalam situasi konflik. Bagaimanakah Anda melewati situasi konflik tersebut? Bagaimanapun, kita harus mengakuinya bahwa Tuhan mampu memakai situasi konflik manusia sebagai alat guna perwujudan rencana-rencanaNya.
 
Paulus dan Barnabas bukanlah dua hamba Tuhan yang kekurangan iman, dan mereka bersama-sama sementara sungguh-sungguh melayani Tuhan, tetapi mereka jatuh ke dalam situasi konflik yang tajam. “Hal itu menimbulkan perselisihan yang tajam, sehingga mereka berpisah dan Barnabas membawa Markus juga sertanya berlayar ke Siprus. Tetapi Paulus memilih Silas, dan sesudah diserahkan oleh saudara-saudara itu kepada kasih karunia Tuhan,” Kisah 15:39-40.
 
Apakah Paulus salah, tidak mengajak Markus dalam misinya karena mempertimbangkan kelemahan Markus di masa lalu? Lalu, apakah Barnabas salah, berkeras mengajak Markus dalam misinya karena bermaksud memberikan kesempatan kepada Markus untuk berubah dan menjadikan Markus sebagai kader terbaik sebagai pelayan Tuhan? Tentu saja, Paulus maupun Barnabas tidaklah salah.
 
Paulus dan Barnabas akhirnya berpisah bukan karena mereka telah bermusuhan, melainkan karena mereka tidak mau membuang-buang energi untuk pertengkaran mereka. Walaupun Paulus tegas tidak mengajak Markus dalam misinya, namun Paulus sama sekali tidak membenci Markus. Paulus pun tidak terperangkap untuk menjelek-jelekkan Markus. Itu terbukti, ke depan Paulus malahan meminta Markus untuk melayaninya, Kolose 4:10, Filemon 1:24. Sebaliknya, Markuspun lapang dada menerima penolakan Paulus, ia melihat penolakan Paulus sebagai proses pendisplinan dirinya agar ia lebih mampu untuk melayani Tuhan. Dan benar, Markus memang belajar dari perselisihan seniornya, sehingga ia mampu menjadi pekabar Injil yang luar biasa bagi negeri Mesir, dan ia menjadi sosok yang dekat dengan Petrus, 1 Petrus 5:13.
 
Ketika situasi konflik terjadi, kita malahan harus lebih terfokus pada “melayani Tuhan,” bukannya terfokus pada pertengkaran yang membuang-buang energi. Juga, kita harus mampu menyingkirkan sakit hati, kemarahan, dendam, menjelek-jelekkan, dan rasa benci. Juga, kita harus mampu lapang dada menerima konflik yang terjadi sebagai pembelajaran untuk pendisplinan diri. Kita harus menerima dan mampu melewati situasi konflik sebagai suatu proses pengudusan.
 
Paulus berkata, “Tetapi sekarang, setelah kamu dimerdekakan dari dosa dan setelah kamu menjadi hamba Allah, kamu beroleh buah yang membawa kamu kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya ialah hidup yang kekal,” Roma 6:22.
 
Terpujilah Kristus. Amin.
[ Gogona Gultom]
 
 

 
© Gereja Rumah Indonesia
 
Gereja Rumah Indonesia
Contact Person: Sdr. Gogona
Email: grumah@gerejarumahindonesia.org
 
About  |   Visi  |   Misi  |   Disclaimer