3. INJIL LUKAS DAN ORANG-ORANG YANG HINA

_oOo_
 

a.    Gembala-gembala.

Injil Lukas adalah satu-satunya injil yang secara panjang-lebar berkata-kata tentang gembala-gembala sebagai orang-orang yang pertama-tama menerima berita tentang kelahiran Yesus, Tuhan dan Juruselamat dunia (2:8-20).
 
Bagi orang-orang, yang hidup pada waktu itu, hal ini tidak biasa. Malahan mungkin mengherankan. Sebab gembala-gembala adalah orang-orang sederhana yang tidak menduduki tempat yang terhormat dalam masyarakat pada waktu itu. Mereka miskin. Dari pagi sampai malam mereka terus bekerja: menjaga dan melindungi domba-domba mereka dari serangan binatang-binatang buas.
Berhubung dengan itu mereka tidak mempunyai waktu untuk hidup keagamaan. Karena itu mereka dianggap oleh pemimpin-pemimpin agama Yahudi sebagai orang-orang berdosa yang bukan saja tidak mengetahui hukum Taurat, tetapi juga tidak melakukan-nya. Mereka juga tidak dipercayai. Dalam peradilan mereka tidak diperbolehkan untuk bertindak sebagai saksi.
 
  • Ada orang yang berusaha menafsirkan pemberitaan Lukas ini sebagai pemberitaan yang didasarkan atas motif-motif messiani. Menurut mereka bukan hanya kebetulan saja, bahwa Yesus dilahirkan di Betlehem. Sebab di situ – di padang-padang Betlehem – Daud pernah menggembalakan kawanan domba ayahnya (1 Sam 17:15-36). Dan dari situ ia telah dipanggil untuk menjadi raja (1 Sam 16:1-13; bnd Mzm 78:70).
     
    Gembala-gembala disebut oleh Lukas di sini – demikian mereka selanjutnya – untuk menyatakan, bahwa Anak yang dilahirkan di Betlehem itu bukan saja adalah keturunan Daud, tetapi bahwa Ia juga akan menjadi gembala dan raja seperti Daud.
     
  • Pendapat ini, sulit diterima, sebab tidak ada sesuatupun dari ceritera tentang kelahiran Yesus di Betlehem yang menunjuk ke situ. Adanya gembala-gembala di padang-padang Betlehem waktu Yesus dilahirkan tidak berarti, bahwa karena itu kita harus melihat Yesus sebagai gembala dan raja. Lukas sendiri tidak menyinggung-nyinggung hal ini dalam bagian-bagian lain dari injilnya.
 
Motif yang Lukas pakai untuk menyebut gembala-gembala di sini ialah rupanya karena posisi mereka yang rendah sebagai orang-orang hina: orang-orang hina yang tidak dapat mengharapkan sesuatu – apalagi “keselamatan” (= damai sejahtera, bnd 2:14) – dari diri dan prestasi mereka.
 
  • Hal itu nyata dari berita malaikat: “Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud” (2:11). Bagi mereka yang hina ini – yang tidak layak untuk menerima keselamatan – telah lahir Juruselamat!
     
  • Karena itu – sesudah malaikat-malaikat meninggalkan mereka – mereka ramai-ramai pergi ke Betlehem. Ketika mereka “melihat bayi itu, yang berbaring dalam palungan” (2:16), mereka memberitahukan kepada Maria dan Yusuf “apa yang dikatakan oleh malaikat-malaikat kepada mereka tentang Anak itu” (2:17). Dalam peradilan mereka – sebagai gembala – tidak boleh bertindak sebagai saksi. Tetapi tentang kelahiran Yesus di Betlehem mereka adalah saksi yang pertama: saksi-saksi “yang berkenan kepada Allah” (2:14). Kesaksian mereka itu bukan saja didengar oleh Maria dan Yusuf, tetapi juga oleh orang-orang lain di Betlehem (2:18).
     
  • Lukas rupanya mau mengatakan kepada kita, bahwa pilihan Allah akan gembala-gembala ini sebagai saksi-saksi pertama dari kelahiran Yesus, semata-mata Ia dasarkan atas kasih dan anugerahNya, yaitu kasih dan anugerah yang Lukas – dalam rupa-rupa bentuk dan dengan rupa-rupa cara – beritakan dalam injilnya.
 

b.    Orang-orang miskin.

Suatu ciri khas lain dari injil Lukas ialah, bahwa injil ini – atau barangkali lebih baik: bahwa Yesus – sangat besar memberikan perhatian terhadap orang-orang miskin.
Selain dari pada surat Yakobus, tidak ada suatu surat atau kitab di dalam Perjanjian Baru yang begitu bersungguh-sungguh dalam mengemukakan persoalan-persoalan orang-orang miskin seperti injil ini. Hanya ia yang memuat nyanyian pujian Maria yang a.l. terdiri dari kata-kata yang berikut tentang orang-orang miskin (1:52-53):
 
 
Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah; Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa.
 
 
Dari tempat mana Lukas mengambil-alih nyanyian pujian (= “magnificat”) ini kita tidak tahu dengan pasti. Yang pasti ialah, bahwa nyanyian pujian ini mempunyai hubungan yang erat dengan nyanyian pujian Hana dalam 1 Samuel 2:1-10.
 
Sama seperti Maria, demikian pula Hana dalam nyanyian pujian itu berkata-kata atas jalan yang sama tentang orang-orang miskin: “Tuhan membuat menjadi miskin dan membuat menjadi kaya; Ia merendahkan dan Ia juga meninggikan; Ia menegakkan orang yang hina dari dalam debu, dan mengangkat orang yang miskin dari dalam lumpur untuk mendudukkannya bersama-sama dengan orang-orang bangsawan dan embuatnya memiliki kursi kehormatan” (ayat 7-8).
 
Dalam nyanyian pujian Maria ini karya Allah digambarkan sebagai karya yang mencungkir-balikkan nilai-nilai manusia. Apa yang manusia anggap tinggi, kaya, mulia, di dunia ini, bagi Allah – sesuai dengan keadilanNya (= kemurahanNya) – tidak mempesona.
Malahan sebaliknya: Ia memperdulikan orang yang tidak diperdulikan di dunia ini. Pikiran ini akan kita temui kembali dalam seluruh pemberitaan Lukas tentang Yesus di tengah-tengah umat manusia.
 
Norma-norma Allah dalam kerajaanNya lain dari pada norma-norma yang manusia pakai dalam hidupnya. Karena itu kata-kata dalam nyanyian pujian Maria ini tidak boleh dispritualisir (= rohanikan). Yang dimaksudkan di situ dengan orang-orang miskin bukanlah orang-orang miskin dalam arti rohani, tetapi dalam arti yang sesungguhnya. Hal ini lebih jelas kita lihat dalam nas-nas yang berikut:
 
LUKAS 6:20-21, 24-26
MATIUS 5:3, 6
Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah. Berbahagia-lah, hai kamu yang sekarang ini lapar, karena kamu akan dipuaskan. ..... Tetapi celakalah kamu, hai kamu yang kaya, karena dalam kekayaanmu kamu telah memperoleh penghiburanmu. Celakalah kamu, yang sekarang ini kenyang, karena kamu akan lapar. Celakalah kamu, yang sekarang ini tertawa, karena kamu akan berdukacita dan menangis.
Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena mereka-lah yang empunya Kerajaan Sorga ..... Berbahagialah kamu yang lapar dan haus akan kebenaran, karena kamu akan dipuaskan.
 
Dari nas di atas nyata, bahwa yang Lukas maksudkan dengan orang-orang miskin dalam injilnya ialah orang-orang dalam arti yang sebenarnya. Arti ini digaris-bawahi oleh ucapan “celakalah kamu,” yang ditujukan kepada orang-orang kaya.
 
Dalam beberapa perumpamaan – yaitu perumpamaan tentang “orang kaya yang bodoh” (12:16-21), perumpamaan “bendahara yang tidak jujur” (16:1-8) dan perumpamaan tentang “orang kaya dan Lazarus” (16:19-31) – injil ini menjelaskan tentang apa yang Yesus maksudkan dengan “berbahagialah, hai kamu yang miskin” dan “celakalah kamu, hai kamu yang kaya”.
 
  • Perumpamaan yang pertama (12:16-21) berkata-kata tentang seorang kaya, yang memperoleh hasil yang berlimpah-limpah dari tanahnya. Untuk dapat menyimpan hasil tanahnya itu, ia harus membongkar lumbung-lumbungnya yang ada dan mendirikan lumbung-lumbung lain yang lebih besar. Sesudah semuanya selesai ia berkata kepada dirinya sendiri: “Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya: istirahatlah, makanlah, minumlah, dan bersenang-senanglah!” (ayat 19). Tetapi Allah berkata kepadanya: “Hai orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?” (ayat 20).
     
    Perumpamaan ini jelas. Tiap-tiap orang dapat mengertinya. Tetapi apa yang Yesus tambahkan, padanya, memberikan arti yang jauh lebih dalam: “Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jika ia tidak kaya dalam (LAI: di hadapan) Allah” (ayat 21).
     
    Dengan perkataan ini Yesus mau katakan, bahwa hidup kita bukanlah milik kita, tetapi milik Allah. Hidup kita berada di dalam tanganNya. Ialah yang menguasainya. Siapa yang mengakui hal ini, ia mengambil sikap yang lain terhadap harta atau milik. Ia tahu, bahwa apa yang ia punyai sebenarnya bukan miliknya sendiri, tetapi milik Allah yang dipercayakan kepadanya. Ia hanya “penata-layan” saja, yang bertanggung-jawab kepadanya.
     
    Memiliki sesuatu tidak dilarang dalam perumpamaan ini. Yang tidak disetujui di situ ialah cara memiliki yang salah, yaitu memiliki hanya untuk diri sendiri dan menggantungkan segala sesuatu – juga hidup kita – pada apa yang kita miliki. Siapa yang berbuat demikian adalah “orang bodoh,” yaitu “orang bodoh” dalam arti Perjanjian Lama: orang yang hidup seolah-olah Allah tidak ada (Maz 14:1; 53:2).
     
  • Perumpamaan yang kedua (16:1-8) berkata-kata tentang tuduhan yang disampaikan kepada seorang kaya terhadap bendaharanya yang “menghamburkan” miliknya. Berdasarkan tuduhan ini bendaharanya ia panggil dan kepadanya ia meminta pertanggung-jawaban atas pengelolaannya.
     
    Bendahara itu, yang kuatir akan masa depannya, lekas bertindak. Ia tahu, bahwa ia tidak bisa bertani, dan ia juga malu mengemis. Karena itu ia harus mencari jalan untuk menjamin hidupnya, kalau ia dipecat. Ia memanggil semua orang yang berhutang kepada tuannya dan hutang mereka ia potong: yang seorang limapuluh prosen, yang lain duapuluh prosen, dan lain-lain. Waktu tuannya mengetahui hal itu, ia memujinya karena “ia telah bertindak dengan cerdik” (ayat 8).
     
    Anak-anak dunia seperti bendahara ini – menurut Yesus – lebih banyak mempunyai pengetahuan tentang masa depan dari pada anak-anak terang, sehingga mereka, pada saat-saat yang menentukan, dengan cepat dapat menjamin hidup mereka.
     
    Yang paling penting dalam perumpamaan ini ialah apa yang Yesus katakan dalam ayat 9: “Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima dalam kemah abadi”.
     
    Yang Yesus maksudkan di sini dengan Mamon ialah harta, milik. Mamon dapat menjadi ilah, yang disembah oleh manusia. Dan kalau Mamon telah menguasainya, ia tidak dapat melepaskan dirinya lagi seumur hidupnya. Mamon di sini disebut “tidak–adil” (LAI: tidak jujur), karena ia berusaha memisahkan manusia dari Allah dan membuatnya menjadi budaknya.
     
    Maksud Yesus dengan ucapanNya di atas ialah hendak mengingatkan kita tentang bagaimana caranya kita harus bergaul dengan harta atau milik kita. Kita tidak boleh menjadi partner – dan karena itu budak – dari harta atau milik kita, tetapi sebaliknya: harta atau milik kita harus kita kuasai dan kita “pergunakan” sebagai alat kita (bnd juga ayat 13-15).
     
    Bukan saja untuk diri kita sendiri tanpa menghiraukan sesama kita manusia. Penggunaan yang demikian – menurut Yesus – menutup jalan kita kepada Allah (= kepada hidup yang berbahagia di seberang kubur sana).
     
  • Dalam perumpamaan-perumpamaan di atas persoalan kekayaan dan kemiskinan Yesus tempatkan di bahwa sorotan Firman Allah. Yang penting bagiNya ialah bukan kekayaan dan kemiskinan an sich. Yang penting bagiNya ialah orang kaya dan orang miskin dalam relasi mereka dengan Allah dan dengan sesama mereka.
     
    Dapat terjadi, bahwa ada orang miskin yang kaya dalam Allah dan ada orang kaya, yang hanya kaya uang. Kekayaan yang akhir ini Yesus tentang. Hal ini secara implisit kita baca dalam perumpamaan tentang “orang kaya dan Lazarus” (16:19-31).
     
    Orang kaya itu “selalu berpakaian ungu dan kain halus, dan tiap-tiap hari ia bersukaria dalam kemewahan”. Itu ciri hidupnya. Selain dari pada kekayaan ia tidak mempunyai apa-apa lain. Dan “kemiskinan” ini tidak dapat membuat hidupnya menjadi hidup yang benar: hidup yang sejati.
     
    Sebagai tokoh, kedua perumpamaan ini menyebut seorang miskin, yang “badannya penuh dengan borok” dan yang “ingin menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya itu” (ayat 20-21). Orang miskin itu bernama Lazarus (= El-azar = Eliezar) artinya “Allah menolong” atau “Allah adalah penolongku”. Lazarus adalah orang miskin yang menemukan pertolongannya dalam Allah.
     
    Sama seperti kedua perumpamaan yang pertama, demikian pula perumpamaan ini Yesus tempatkan di bawah sorotan Firman Allah. Yang penting bagiNya ialah bukan pembalikan hubungan-hubungan sosial an sich, tetapi pembalikan hubungan-hubungan itu dalam kerangka theologis.
     
  • Dalam injil-injil yang lain terdapat juga perhatian yang besar terhadap orang-orang miskin (bnd umpamanya Mat 19:23-26 dan Mrk 10:23-27). Tetapi dalam injil Lukas aksennya lebih berat.
 

c.    Orang-orang berdosa.

Apa yang dikatakan di atas tentang orang-orang kaya berlaku juga bagi orang-orang berdosa. Semua penulis injil mempunyai perhatian yang besar terhadap mereka. Semuanya mengatakan, bahwa kedatangan Yesus ke dunia ialah untuk menyelamatkan orang-orang berdosa.
Tetapi motif yang Lukas pakai untuk itu dan aksen yang ia letakkan dalam injilnya agak berbeda, kalau dibandingkan dengan injil-injil lain. Contoh yang paling jelas dari hal ini ialah nas-nas yang berikut:
 
LUKAS 19:10
MATIUS 18:10
Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.
(Karena Anak Manusia datang untuk menyelamatkan yang hilang)
 
Ucapan Yesus di atas sebenarnya hanya terdapat dalam injil Lukas. Menurut ahli-ahli Perjanjian Baru ucapan itu baru kemudian ditambahkan di dalam injil Matius. Mungkin diambil-alih dari Lukas 19:10. Karena itu dalam terjemahan baru – terjemahan LAI – Matius 18:10 ditempatkan antara tanda kurung.
 
 
Dari seluruh injilnya nyata, bahwa ucapan Yesus di atas sangat penting bagi Lukas. Begitu penting, sehingga ada ahli Perjanjian Baru yang mengatakan, bahwa ucapan itu dapat kita anggap sebagai thema dari injil Lukas.
 
 
Sesuai dengan motif dan aksen yang kita sebut di atas Lukas – atas caranya sendiri – menggambarkan dalam ceritera-ceritera yang ia kumpulkan, bagaimana caranya Yesus mengampuni orang-orang berdosa. Hal itu nyata dari contoh-contoh yang berikut:
 
  • Ceritera tentang seorang perempuan berdosa yang mengurapi Yesus (Luk 7:36-50). Menurut ceritera ini – yang hanya terdapat dalam injil Lukas – perempuan itu “pergi berdiri di belakang Yesus dekat kakiNya,” dan sesudah “membasahi kakiNya itu dengan air matanya dan menyekanya dengan rambutnya,” ia “mencium kakiNya dan meminyakiNya dengan minyak wangi” (ayat 37-38). Tentang perempuan ini Yesus berkata: “Dosanya yang banyak itu telah diampuni, sebab ia telah banyak berbuat kasih” (Luk 7:47).
     
  • Ceritera tentang Zakheus, kepala pemungut cukai (Luk 19:1-10). Juga ceritera ini hanya terdapat dalam injil Lukas. Banyak orang mengenal Zakheus karena praktik-praktik pemerasannya. Karena itu kita dapat mengerti, bahwa orang “bersungut-sungut” (ayat 7), ketika Yesus berkata kepadanya, bahwa Ia “harus menumpang di rumahnya” (ayat 5).
     
    Maksud Yesus jelas: Ia mau “bersekutu” dengan dia sebagai orang berdosa. Itulah maksud kedatanganNya ke dunia: menyelamatkan orang-orang berdosa. Oleh “pertemuan” itu Zakheus sadar akan dosanya dan dengan rendah hati ia berkata kepada Yesus: “Tuhan, setengah dari milikku akan ku bagikan kepada orang-orang miskin dan kalu sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang, akan kukembalikan empat kali lipat” (ayat 8).
     
    Itu pengakuannya dan sekaligus tanda terima-kasihnya atas “solidaritas” Yesus dengan dia. Sebagai jawaban atas “pengakuan” Zakheus itu Yesus berkata: “Hari ini telah terjadi (= telah dikaruniakan) keselamatan kepada rumah ini!” (ayat 9). Dalam pertemuannya dengan sang Juruselamat mulailah bagi Zakheus suatu hidup yang lain, suatu hidup baru: suatu hidup baru sebagai “anak Abraham”.
 
Perhatian terhadap orang-orang berdosa – seperti yang kita katakan di atas – terdapat dalam semua injil. Tetapi caranya Lukas melukiskan perhatian itu sering berbeda dengan cara yang dipakai oleh penulis-penulis injil lain. Contohnya:
 
LUKAS 22:61
MARKUS 14:72
Lalu berpalinglah Tuhan memandang Petrus. Maka teringatlah Petrus, bahwa Tuhan telah berkata kepadanya: “Sebelum ayam berkokok pada hari ini, engkau telah tiga kali menyangkal Aku”.
Dan pada saat itu berkokoklah ayam untuk kedua kalinya. Maka teringatlah Petrus, bahwa Yesus telah berkata kepadanya: “Sebelum ayam berkokok dua kali, engkau telah menyangkal Aku tiga kali”.
 
Berbeda dengan Markus – dan Matius 26:75 – Lukas katakan, bahwa kesadaran Petrus akan penyangkalannya bukan disebabkan oleh kokok ayam, tetapi oleh pandangan Yesus kepadanya.
Tiga kali Petrus menyangkal Yesus. Tetapi Yesus yang berdoa untuk dia, memegangnya dengan teguh, sekalipun ia melepaskan Yesus. Lebih dari pada pandangan itu tidak mungkin. Tetapi hal itu cukup untuk menyelamatkan Petrus.
Dalam ceritera penyangkalan ini Lukas tidak menyebut murid-murid yang lain, hanya Petrus. Petrus adalah tokoh sentral: tokoh sentral dalam kejatuhannya dan kesedihan tangisannya (ayat 62).
 
Suatu contoh lain dari lukisan yang demikian – lukisan tentang kasih-pengampunan Kristus – ialah ceritera tentang penyaliban Yesus bersama-sama dengan dua orang penjahat.
 
LUKAS 23:39-43
MATIUS 27:44
Seorang dari penjahat yang di-gantung itu menghujat Dia, kata-nya: “Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkanlah diriMu dan kami! Tetapi yang seorang menegor dia, katanya: “Tidakkah engkau takut, juga tidak kepada Allah, sedang engkau menerima hukuman yang sama? Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini tidak berbuat sesuatu yang salah.” Lalu ia ber-kata: “Yesus ingatlah akan daku, apabila Engkau datang sebagai raja.” Kata Yesus kepadanya: “Aku berkata kepadamu, sesung-guhnya hari ini juga engkau ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.”
Bahkan penyamun-penyamun yang disalibkan bersama-sama dengan Dia mencelaNya demikian juga.
 
Kesaksian Lukas di atas lebih panjang dari pada kesaksian Matius dan Markus (15:32). Hal ini sekali lagi menggaris-bawahi apa yang telah kita katakan pada permulaan bagian ini, yaitu Lukas sangat mengaksentuir kasih-pengampunan Kristus kepada orang-orang berdosa.
Hanya dia saja yang memuat doa Yesus di kayu salib: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (23:34).
 
Ada rupa-rupa dugaan mengapa injil Matius dan injil Markus tidak memuat doa Yesus ini. Ada ahli yang katakan, bahwa hal itu mungkin disebabkan oleh makin bertambahnya rasa tidak senang terhadap Israel dalam Gereja Purba. Ada pula ahli yang menganut pendapat yang lain. Tetapi kenyataannya ialah: hanya injil Lukas saja yang memuat doa itu. Dan hanya injil Lukas saja pula yang memuat kata-kata pengampunan Yesus kepada salah satu dari kedua penjahat yang disalibkan bersama-sama dengan dia: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus”.
 
Kasih kepada orang-orang berdosa ini kita juga temui dalam bagian-bagian lain dari injil Lukas.
 
  • Pertama: dalam perumpamaan tentang “domba yang hilang” (15:1-7), dalam perumpamaan tentang “dirham yang hilang” (15:8-10) dan dalam perumpamaan tentang “anak yang hilang” (15:11-32). Kecuali perumpamaan tentang “domba yang hilang” – yang dimuat juga oleh Matius dalam injilnya (18:12-14) – perumpamaan-perumpamaan ini hanya terdapat dalam injil Lukas: semuanya dalam pasal 15.
     
    Pasal 15 ini mempunyai hubungan dengan pasal 16 (= tentang bagaimana caranya manusia harus bergaul dengan harta atau miliknya), tetapi pasal 15 ini mempunyai beritanya yang khusus, yaitu pengampunan Allah kepada orang-orang berdosa dan kegembiraan di sorga, karena bertobatnya satu orang berdosa.
     
  • Kedua: dalam perumpamaan tentang “orang Farisi dan pemungut cukai” (18:9-14). Yang penting dalam perumpamaan ini ialah pertama: hubungan manusia dengan Allah. Orang Farisi ialah “orang yang menganggap dirinya benar” (ayat 9) dan yang karena itu tidak usah dibenarkan lagi oleh Allah.
     
    Selain dari pada hubungan manusia dengan Allah, perumpamaan ini juga berkata-kata tentang hubungan manusia dengan sesamanya manusia. Karena orang Farisi itu menganggap dirinya benar, ia juga “memandang rendah semua orang lain” (ayat 19). Dan karena ia berbuat demikian, ia tidak dibenarkan oleh Allah. Sebaliknya pemungut cukai – yang sadar akan dosanya dan yang karena itu meminya supaya ia dikasihani Allah – “pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah”” (ayat 14).
 
Menurut separuh ahli Perjanjian Baru pengampunan Allah ini – yaitu pengampunan Allah yang dengan kuat diaksentuir oleh Lukas dalam injilnya – erat berhubungan dengan dua hal.
 
Pertama: dengan hubungan antara pengampunan dan sejarah. Dalam uraian kita yang lalu – tentang “injil Lukas dan data-data historis” – telah kita dengar, bahwa waktu yang Allah berikan kepada Jemaat sesudah “Yesus terangkat ke sorga” (Luk 24:51; bnd Kis 1:9) adalah waktu pekabaran-injil. Dan hal ini hanya mungkin oleh pengampunan Allah.
Sebab kalau Allah bukanlah Allah yang mengampuni, tetapi Allah yang selalu siap dengan penghukumanNya, waktu tidak bisa terus berkembang dan – sejalan dengan itu – Jemaat juga tidak bisa mendapat kesempatan untuk mengkabarkan injil.
Hal ini – menurut ahli-ahli tadi – dengan jelas digambarkan oleh Lukas dalam doa Yesus: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (lih di atas!). Oleh doa Yesus ini “mereka” – dengan perantaraan pekabaran injil – memperoleh kesempatan untuk menyadari apa yang mereka telah perbuat, sehingga mereka dapat bertobat dan dapat memperoleh bagian dalam karya-penyelamatan Allah.
 
Kedua: dengan hubungan antara Lukas dan rasul Paulus. Tekanan, yang Lukas letakkan pada pengampunan – menurut ahli-ahli di atas – erat berhubungan dengan ajaran rasul Paulus tentang pembenaran orang-orang berdosa. Contoh dari hubungan yang erat ini ialah nas-nas yang berikut:
 
LUKAS 19:10
1 TIMOTIUS 1:15
Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.
Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya: “Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa.”
 
Reaksi atas kasih dan anugerah Allah ini ialah “kegembiraan” yang tiap-tiap kali kita baca dalam injil Lukas: kegembiraan di atas bumi dan di dalam sorga. Kegembiraan ini telah kita temui dalam pasal-pasal pertama dari injil ini sampai dengan pasal yang terakhir:
 
  • Kepada Zakharia malaikat berkata: “Engkau akan bersukacita dan bergembira, bahkan banyak orang akan bersukacita karena kelahirannya itu” (1:13-14).
     
  • Elisabet, yang penuh dengan Roh Kudus, berkata kepada Maria: “Sebab sesungguhnya, ketika salam-mu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan” (1:42, 44).
     
  • Sebagai jawaban, Maria berkata: “Jiwaku memuliakan Tuhan dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku” (1:47).
     
  • Kata malaikat itu kepada mereka: “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud” (2:10-11).
     
  • Kata ayahnya kepadanya: “Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali” (15:31-32; bnd 15:7 dan 10).
     
  • Mereka sujud menyembah kepadaNya, lalu mereka pulang ke Yerusalem dengan sangat bersukacita” (24:52).
 

d.    Wanita-wanita.

Di sini kita bertemu lagi dengan apa yang kita katakan di atas. Semua penulis injil mempunyai perhatian yang besar terhadap wanita-wanita. Semuanya mengatakan, bahwa pelayanan Yesus juga mencakup wanita-wanita yang Ia temui dalam hidupNya.
 
Di atas – dalam bagian yang lalu – kita telah menyebut perempuan berdosa yang meminyaki Yesus (Luk 7:36-50). Selain dari pada perempuan berdosa ini Lukas juga menyebut wanita-wanita lain dalam injilnya.
 
Pertama: anak laki-laki dari seorang perempuan janda, yang dibangkitkan oleh Yesus di Nain (7:11-17).
Kedua: selain dari pada Maria Magdalena, Lukas juga menyebut Yohana dan Susana, yang telah disembuhkan oleh Yesus “dari roh-roh jahat atau dari berbagai penyakit lain” (8:2-3).
Ketiga: percakapan Yesus dengan Maria dan Marta (10:38-42).
Keempat: penyembuhan seorang perempuan – yang telah delapanbelas tahun lamanya dirasuk roh jahat – dalam salah satu rumah ibadah pada hari Sabat (13:10-17).
Kelima: perumpamaan tentang perempuan yang kehilangan satu dari kesepuluh dirhamnya (15:8-10).
Keenam: perumpamaan tentang janda yang meminta kepada seorang hakim untuk “membela haknya terhadap lawannya” (18:1-8). Wanita-wanita ini hanya kita temui dalam injil Lukas.
 
  • Lukas bukan hanya menyebut wanita-wanita itu saja. Ia juga menceritakan bagaimana caranya Yesus melayani mereka yang membutuhkan pertolonganNya.
     
    Salah satu dari wanita-wanita ini ialah perempuan janda, yang anak laki-lakinya dibangkitkan oleh Yesus di Nain. Ada orang yang mencirikan ceritera ini sebagai ceritera tentang pertolongan Yesus kepada perempuan janda di Nain. Menurut saya tepat. Sebab inti dari ceritera ini ialah perempuan janda yang kehilangan anaknya. Kesusahan perempuan janda ini digambarkan oleh Lukas dengan baik. Ia katakan, bahwa anak laki-laki yang mati itu adalah “anak tunggal dari ibunya”. Selain dari pada itu ia juga katakan, bahwa “ibunya telah janda” (7:12). Dengan catatan yang akhir ini ia mau katakan kepada kita, bahwa satu-satunya harapan ibu itu telah tidak ada lagi (bnd 1 Raj 17).
     
    Dari catatan Lukas – bahwa ketika “Tuhan melihat janda itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan” (ayat 13) – nyata, bahwa Yesus mengetahui hal itu. Karena itu Ia berkata kepadanya: “Jangan menangis!” Dan sesudah anak itu Ia bangkitkan, Lukas katakan: Lalu Yesus menyerahkannya kembali “kepada ibunya” (ayat 15). Sejak itu anak itu adalah anak yang diberikan Yesus kepadanya. Oleh pemberian itu hidupnya mempunyai harapan lagi.
     
  • Para penulis injil yang lain juga menyebut wanita-wanita yang mengikut dan melayani Yesus dalam pekerjaanNya. Tetapi wanita-wanita itu baru mereka sebut dalam ceritera tentang penderitaan dan penyaliban Yesus (bnd Mat 27:55 dyb dan Mrk 15:40 dyb).
     
    Lukas tidak demikian. Benar, ia juga menyebut mereka dalam ceritera tentang penderitaan dan penyaliban Yesus (bnd Luk 23:49, 55 dyb), tetapi sebelumnya mereka telah ia sebut (8:2-3). Apakah maksud Lukas dengan penyebutan ini?
     
    Ada ahli Perjanjian Baru yang menduga, bahwa maksudnya ialah mungkin untuk mengatakan, bahwa wanita-wanita itu bukan saja “saksi-saksi” dari penderitaan, penyaliban dan dari “kubur yang kosong” (24:1-11), tetapi juga dari seluruh hidup dan pekerjaanNya di dunia. Dugaan ini ahli-ahli itu dasarkan atas kenyataan, bahwa menurut Lukas seorang saksi ialah seorang yang “telah berkumpul” dengan Yesus selama hidupNya, yaitu “mulai dari baptisan Yohanes sampai hari Yesus terangkat ke sorga” (Kis 1:21).
     
    Dengan penyebutan itu Lukas – menurut ahli-ahli tadi – mau mengatakan bahwa sama seperti pria-pria yang mengikut Yesus, demikian pula wanita-wanita yang bersama-sama dengan Dia adalah saksi-saksi yang benar. Maksudnya: saksi-saksi yang dapat dipercayai. Mungkin karena itu Lukas – dalam pasal 8:2-3 – tidak hanya menyebut Maria Magdalena, tetapi juga Yohana dan Susana (bnd Ul 19:15).
     
  • Kenyataan yang kita kemukakan di atas ini – yaitu bahwa Yesus diikuti dan dilayani juga oleh wanita-wanita – adalah sesuatu yang tidak biasa pada waktu itu. Malahan lebih dari pada itu: sesuatu yang merupakan batu sandungan, mengingat rendahnya posisi wanita-wanita pada waktu itu, juga dalam masyarakat Yahudi. Seorang rabi seperti Yesus tidak patut mempunyai pengikut-pengikut wanita. Itu suatu kehinaan.
     
    Dalam agama Yahudi – berhubung dengan tuntutan untuk melakukan hukum Taurat – wanita-wanita dalam hal tertentu disamakan dengan hamba-hamba dan anak-anak. Menurut hukum yang berlaku pada waktu itu wanita-wanita, yang mengikut Yesus tidak bisa bertindak sebagai saksi. Mereka dianggap pembohong, tidak dapat dipercayai. Berdasarkan penyangkalan Sara, bahwa ia tidak tertawa (Kej 18:15), ditarik kesimpulan, bahwa tidak ada wanita yang dapat dipercayai dan karena itu tidak ada pula wanita yang dapat dipakai sebagai saksi.
     
    Ditinjau dari sudut ini sikap Yesus terhadap wanita-wanita sangat berbeda dengan sikap orang banyak pada waktu itu.
     
  • Dari sikap Yesus ini nyata, bahwa bagiNya – seperti yang nyata dari penjelasan kita di atas – wanita mempunyai kedudukan yang sama dengan pria. Dalam karya-penyelamatanNya yang satu tidak lebih penting dari pada yang lain. Inilah yang rupanya Lukas mau saksikan dalam injilnya.
 

e.    Orang-orang Samaria.

Hal ini berlaku juga bagi golongan yang terakhir dari orang-orang hina dalam injil Lukas, yaitu orang-orang Samaria. Mereka dianggap rendah oleh orang-orang Yahudi, bukan saja karena mereka adalah “orang-orang campuran” (2 Raj 17:24-41), tetapi juga karena agama dan kebiasaan mereka juga berbeda dengan agama dan kebiasaan orang-orang Yahudi.
 
Tetapi terhadap orang-orang Samaria ini, Yesus – menurut injil Lukas – mempunyai perhatian yang besar. Hal itu nampak dengan jelas dalam ceritera tentang “Yesus dan orang-orang Samaria,” yang hanya terdapat dalam injil Lukas (9:51-56):
 
 
Ketika hampir genap waktunya Yesus diangkat ke sorga, Ia mengangkat wajahNya (LAI: Ia mengarahkan pendanganNya) untuk pergi ke Yerusalem, dan Ia mengirim beberapa utusan mendahului Dia.
 
Mereka itu pergi, lalu masuk ke suatu desa orang-orang Samaria untuk mempersiapkan segala sesuatu bagiNya. Tetapi orang-orang Samaria itu tidak mau menerima Dia, karena perjalananNya menuju Yerusalem.
 
Ketika dua muridNya, yaitu Yakobus dan Yohanes, melihat hal itu, mereka berkata: “Tuhan, apakah Tuhan mau, supaya kami menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan mereka?” akan tetapi Ia berpaling dan menegor mereka. Lalu mereka pergi ke desa yang lain.
 
 
Ungkapan “mengangkat wajah” adalah suatu ungkapan yang diambil-alih dari Perjanjian Lama (bnd a.l. Yeh 6:2; 13:17; 14:8), yang oleh LAI diterjemahkan dengan “mengarahkan pandangan”.
Maksud dari ungkapan ini ialah: mengangkat muka dan mengarahkan pandangan ke suatu arah yang tertentu, yaitu ke arah yang benar. Dalam arti inilah ayat 53 harus kita baca: “Tetapi orang-orang Samaria tidak mau menerima Dia, karena wajahNya menyatakan, bahwa Ia pergi ke Yerusalem (LAI: karena perjalanan-Nya menuju Yerusalem).
 
  • Dalam ceritera ini Lukas mengatakan kepada kita bagaimana Yesus dan murid-muridNya berjalan melintasi Samaria dan bagaimana orang-orang Samaria menolak untuk memberikan tumpangan kepadaNya. Menurut Lukas hal itu terjadi “ketika hampir genap waktunya Yesus diangkat ke sorga”. Ungkapan “diangkat ke sorga di sini adalah suatu ungkapan rangkuman, yang bukan saja mencakup kenaikan Yesus ke sorga, tetapi juga kematian dan kebangkitanNya.
     
  • Ceritera ini mulai dengan mengatakan, bahwa Yesus “mengirim beberapa utusan mendahului Dia” untuk mempersiapkan segala sesuatu bagiNya di suatu desa. Tetapi orang-orang Samaria di situ tidak mau menerimaNya. Penolakan ini menandai jalan yang Ia tempuh, penampilanNya sebagai Juruselamat, yang diutus oleh Allah, mulai dengan penolakan: penolakan oleh penduduk Nazaret, sesudah Ia “berkhotbah” di situ dalam rumah ibadah (Luk 4:28-30).
     
    Hal itu terjadi lagi di sini, dalam perjalananNya ke Yerusalem: oleh orang-orang Samaria. Dan sebentar Ia juga akan ditolak di sana: oleh orang-orang Yerusalem! Dalam injilnya Lukas memperlihatkan kepada kita, bahwa penolakan akan Yesus ini adalah penolakan total: oleh semua orang – semua golongan – di Palestina.
     
    Hal itu sesuai dengan apa yang ia katakan pada permulaan injilnya tentang kelahiran Yesus, yaitu bahwa bagiNya tidak ada tempat (2:7). Dengan ceritera ini Lukas rupanya mau katakan, bahwa orang-orang Samaria tidak lebih baik dari orang-orang Yahudi. Pelayanan Yesus kepada mereka semata-mata Ia dasarkan atas kasihNya, bukan atas kebaikan mereka. Dalam kebaikan mereka akan Yesus – seperti yang diceriterakan oleh Lukas kepada kita – mereka berdiri berdampingan dengan orang-orang Yahudi.
     
  • Penolakan orang-orang Samaria ini – seperti kita singgung pada permulaan bagian ini – pasti disebabkan atau turut disebabkan oleh jurang yang terletak antara mereka dan orang-orang Yahudi. Orang-orang Yahudi tidak mau tahu-menahu dengan orang-orang Samaria, karena agama orang-orang Samaria berbeda dengan agama orang-orang Yahudi.
     
    Benar, ketika mereka dipindahkan ke wilayah kerajaan Israel Utara (bnd 2 Raj 17:24 dyb), mereka mengambil-alih “ibadah Yahwe,” tetapi mereka hanya mau beribadah kepada Yahwe dalam rumah ibadah mereka di Gerizim. Juga sesudah rumah ibadah mereka di Gerizim itu dimusnahkan oleh Yohanes Hyrkanus – pada tahun 28 sebelum Kristus – ibadah mereka tetap berbeda dengan ibadah orang-orang Yahudi.
     
    Selain dari pada itu mereka sangat dibenci oleh orang-orang Yahudi, karena mereka – pada waktu itu – memihak kepada orang-orang Romawi. Sikap ini pada satu pihak memberikan keuntungan kepada mereka (dari pihak orang-orang Romawi), tetapi pada pihak lain ia memperdalam jurang yang ada antara mereka dan orang-orang Yahudi.
     
  • Yakobus dan Yohanes – menurut Lukas – sangat marah karena penolakan orang-orang Samaria itu. Penolakan itu harus dihukum. Karena itu mereka meminta kepada Yesus, supaya Yesus mengizinkan mereka, agar mereka menghukum orang-orang Samaria itu dengan api dari sorga, sama seperti yang dilakukan Elia terhadap perwira dan kelimapuluh anak buahnya (2 Raj 1:10-14).
     
    Banyak naskah tulisan-tangan masih memuat kata-kata “seperti yang dilakukan juga oleh Elia”. Kata-kata itu pasti baru ditambahkan kemudian. Tetapi maksudnya jelas, yaitu untuk menerangkan dan memberikan motivasi kepada permintaan Yakobus dan Yohanes. Hal itu nyata dari kata-kata permintaan mereka itu, yang mereka ambil-alih dari 2 Raja-Raja 1:10 dan 12.
     
  • Permintaan mereka Yesus tidak terima. Ya, mereka Ia tegor. Sebab Ia bukan datang ke dunia untuk menyelamatkan orang-orang Yahudi saja, tetapi juga orang-orang Samaria. Ia adalah Mesias, Juruselamat. Tetapi Ia tidak menunaikan tugasNya seperti Elia, dengan jalan penghukuman. Ia melakukannya berdasarkan kasih dan anugerah. Itu yang rupanya Lukas mau kemukakan dalam ceritera ini.
 
Kasih dan anugerah ini harus mereka – orang-orang Yahudi dan orang-orang Samaria – praktikan dalam hidup mereka. Artinya: teruskan (= bagi-bagikan) kepada orang lain. Itu tugas mereka.
Tetapi dalam praktik sering nyata, bahwa orang-orang Samaria lebih memahami – dan karena itu menunaikan – tugas itu dari pada orang-orang Yahudi. Hal ini Lukas perlihatkan dalam perumpamaan tentang “orang Samaria yang murah-hati” (10:30-37):
 
 
“Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho. Ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati. Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu. Ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan. Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu. Ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan. Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya. Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali. Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?” Jawab orang itu: “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.” Kata Yesus kepadanya: “Pergilah, dan perbuatlah demikian!”
 
 
Perumpamaan ini Yesus berikan sebagai suatu jawaban atas pertanyaan seorang ahli Taurat, yang mau mencobaiNya, katanya: “Guru, apakah yang harus aku perbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” (ayat 25).
Atas pertanyaan ini Yesus balik bertanya kepadanya: “Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kau baca di sana?” (ayat 26). Sebagai jawaban, ahli Taurat itu menyebut “inti hukum Taurat,” yang terdiri dari Ulangan 6:5 dan Imamat 19:18: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!” (ayat 27).
 
Jawaban itu Yesus setujui, tetapi juga Ia menambahkan: “Perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup!” (ayat 28).
Yang Yesus maksudkan di sini dengan “hidup” ialah hidup yang mengasihi Allah dan mengasihi sesama manusia. Untuk mencobai Yesus ahli Taurat itu bertanya: “Siapakah sesamaku manusia?”
 
  • Dalam perumpamaan ini – yang hanya terdapat dalam injil Lukas – Yesus menceriterakan tentang seorang yang dirampok, dipukul dan dibiarkan berbaring di jalan, ketika ia turun dari Yerusalem ke Yerikho. Waktu itu seorang imam dan seorang Lewi – dua orang yang mengetahui hukum Taurat – lewat di situ, tetapi mereka tidak menghiraukan orang itu. Lalu, datang seorang Samaria, yang dianggap oleh orang-orang Yahudi sebagai “orang bidaah”. Ia melihat orang itu dan ia bertindak secara spontan: menolongnya, karena orang itu membutuhkan pertolongan.
     
  • Menurut Yesus arti “inti hukum Taurat” (lih di atas!) cukup jelas. Juga bagi seorang Samaria. Karena itu sebenarnya hukum itu tidak perlu didiskusikan, seperti yang dibuat oleh ahli Taurat itu. Yang penting pada saat itu ialah: penterapan hukum itu terhadap orang yang dirampok dan dianiaya penyamun itu.
     
  • Karena itu sesudah Yesus selesai menceriterakan perumpamaan itu, Ia – sebagai konklusi – bertanya lagi kepada ahli Taurat itu: “Siapakah di antara ketiga orang itu, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun-penyamun itu?”
     
    Jelas kita lihat bagaimana Yesus mengajukan pertanyaan itu: sesama manusia bukanlah orang yang jatuh ke tangan penyamun-penyamun, tetapi orang Samaria. Pertanyaan: “Siapakah sesamaku manusia?” Yesus balik menjadi: “Untuk siapakah aku adalah sesama manusia?” ahli Taurat itu mengerti maksud pertanyaan Yesus. Tetapi – sebagai orang Yahudi – rupanya agak sulit baginya untuk mengatakan: “Orang Samaria itu”. Karena itu ia menjawab: “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya”.
     
  • Oleh jawaban ahli Taurat itu maksud dari perumpamaan “orang Samaria yang murah-hati” dekat kepada dirinya sendiri dan dengan itu sebenarnya ia telah mulai juga dengan penterapannya. Karena itu Yesus berkata kepadanya: “Pergilah dan perbuatlah demikian!”
 
Akhirnya ada lagi suatu ceritera lain tentang orang Samaria, yang Lukas muat dalam injilnya, yaitu: orang Samaria yang berterima-kasih. Ceritera ini biasa kita kenal sebagai ceritera tentang penyembuhan sepuluh orang kusta (17:11-19).
 
 
Dalam perjalanan-Nya ke Yerusalem Yesus menyusur perbatasan Samaria dan Galilea. Ketika Ia memasuki suatu desa datanglah sepuluh orang kusta menemui Dia. Mereka tinggal berdiri agak jauh dan berteriak: “Yesus, Guru, kasihanilah kami!” Lalu Ia memandang mereka dan berkata: “Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam-imam.” Dan sementara mereka di tengah jalan mereka menjadi tahir. Seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya. Orang itu adalah seorang Samaria. Lalu Yesus berkata: “Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?” Lalu Ia berkata kepada orang itu: “Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau.”
 
 
Di dalam perumpamaan ini, Lukas memperlihatkan orang Samaria yang disembuhkan oleh Yesus itu sebagai orang yang tahu berterima-kasih dan kesembilan orang yang lain – mungkin orang-orang Yahudi – sebagai orang yang tidak tahu berterima-kasih.
Mengapa kesembilan orang itu tidak kembali untuk mengucap syukur kepada Allah, kita tidak tahu. Mungkin saja karena penyembuhan yang mereka peroleh mereka anggap sebagai “hak” yang mereka wajar terima dari Mesias mereka. Hak itu tidak dimiliki oleh orang Samaria itu. Penyembuhannya ia terima sebagai suatu anugerah. Karena itu ia kembali dan mengucap syukur kepada Yesus.
 
  • Itu yang mendukacitakan Yesus. Hal itu nyata dari pertanyaanNya: “Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?” dengan pertanyaan Yesus ini Lukas mungkin mau mengatakan kepada kita, betapa sedihnya Yesus terhadap bangsaNya yang tidak tahu berterima-kasih kepada Allah, yaitu Allah yang melakukan segala sesuatu untuk mereka.
     
  • Pertanyaan Yesus di atas mengingatkan kita kepada keluhanNya: “Yerusalem, Yerusalem .... betapa seringnya Aku rindu mengumpul-kan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau” (Luk 13:34). Sebab letaknya aksen dalam perumpamaan ini bukan pada penyembuhan kesepuluh orang kusta itu, tetapi pada kesedihan Yesus terhadap kesembilan orang yang tidak tahu mengucap syukur kepada Allah.
oooOooo
 
 

 
© Gereja Rumah Indonesia
 
Gereja Rumah Indonesia
Contact Person: Sdr. Gogona
Email: grumah@gerejarumahindonesia.org
 
About  |   Visi  |   Misi  |   Disclaimer